Bung Tomo : Dari Kuli Tinta Menuju Palagan Surabaya
Bung Tomo yang lahir di Surabaya pada 3
Oktober 1920 merupakan salah satu pahlawan nasional yang lebih dikenal sebagai
orator ulung dalam revolusi fisik 1945-1949. Baru saja ulang tahun ternyata . Akan tetapi, ternyata
sosok ini juga banyak bergelut dalam dunia literasi. Bahkan, namanya yg
masuk dalam jajaran militer dan pernah dilantik oleh Soekarno sebagai Mayor
Jenderal dalam tubuh Angkatan Darat, sama sekali tidak pernah mengenyam
pendidikan militer
Bung
Tomo lebih akrab pada dunia literasi
Mengenyam pendidikan HIS di Surabaya
pada usia 7 tahun dan berlanjut pada jenjang MULO ( setara SMP) pada usia 12
tahun. Pada
usia inilah, Bung Tomo yang besar di kampung Blauran mulai mengasah pemikiran
kritis yang ia miliki. Melihat
langsung dengan mata dan kepala, bagaimana imbas Pendudukan kolonial bagi
rakyat kecil di Kota Surabaya, Bung Tomo mulai menuangkannya dalam
tulisan-tulisan sederhana. Ingat,
pada usia 12 tahun,
sungguh usia yang masih belia. Pengalaman
rupanya juga menjadi faktor penting yang membentuk pribadi Bung Tomo. Pengalaman hidup yg
begitu erat dan dekat dengan rakyat kecil, kerap mewarnai karya yg
dihasilkannya. Pada
1937, Soetomo muda mulai menjejaki karir sebagai wartawan professional. Dan Soeara Oemoem,
sebuah koran lokal di Surabaya menjadi ajang baginya mengasah bakat sebagai
kuli tinta. Tulisan
Bung Tomo dikenal tajam dalam mengkritisi kebijakan pemimpin, bahkan hal ini ia
bawa hingga masa kemerdekaan. Tulisan-tulisannya
dengan cepat melambungkan nama Soetomo, arek Blauran, di kancah lokal
Namanya
mulai diperhitungkan
Dan pada 1938, menjadi redaktur dalam
mingguan Pembela Rakjat. Jejak
ini semakin melambungkan namanya, hingga beberapa redaktur di Yogyakarta
memilihnya sebagai koresponden berita untuk wilayah Jawa bagian Timur. Bung Tomo juga pernah
berkiprah di koran Ekspres dengan tulisan-tulisan berbahasa Jawa dengan
menyerukan perjuangan bagi rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan demi menghindari
sensor ketat yang dilakukan oleh pihak Belanda
Setelah Belanda jatuh, dan Jepang
berkuasa, Bung Tomo melanjutkan kiprah sbagai wartawan pada kantor berita Domei. Bersama beberapa pemuda
lain, Bung Tomo turut berperan dalam menyebar luaskan berita kekalahan Jepang
dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Setelah
Indonesia merdeka, berdasar catatan Sulistina Soetomo, istrinya, Bung Tomo
masih terus melanjutkan kiprah pada dunia literasi. Dengan menjadi pemimpin
kantor berita Antara hingga mendirikan kursus jurnalistik dan sebuah penerbitan
bernama Balapan di Kota Malang
Dari penerbitan inilah, lahir buku
karyanya yg pasti menjadi rujukan dalam mengkaji peristiwa Pertempuran 10
Nopember di Surabaya. Dan
membahas nama ini tentu tidak lengkap tanpa memperbincangkan pertempuran
Surabaya
Hal penting yang saya dapati dari
petualangan pustaka saya soal Bung Tomo ialah, ia tidak hanya bergerak atau
berjuang melalui ide, namun juga aksi sebagai perwujudan dari
gagasan-gagasannya..namun , kita ternyata lebih banyak mengenalnya sebagai
seorang pejuang dalam revolusi fisik..baik perannya sebagai orator pada perang
10 Nov, maupun komandan dalam gerilya di gunung Wilis pada masa agresi militer
Belanda. Padahal karyanya dalam dunia literasi sungguh menarik, kaya, tegas,
dan romantis..
Dari seorang Bung Tomo kita bisa belajar
bahwa , siapapun diri kita, apapun bakat yg kita punya, cara terbaik untuk
mensyukurinya ialah mengembangkan bakat tersebut ke arah yang bermanfaat bagi
banyak orang..ide dan gagasan hanya akan menguap tanpa tindakan, dan bakat
selamanya hanya akan terpendam bila tidak kita gali dan maksimalkan..
Dikutip dari : diskusi online Indonesia.
0 comments:
Post a Comment